Peringati Hari Buruh, Sarbumusi Soroti Meningkatnya PHK dan Pengangguran

3 hours ago 20

loading...

Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) menyoroti meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran. Foto/Istimewa

JAKARTA - Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Konfederasi Sarikat Buruh Muslimin Indonesia ( Sarbumusi ) menyoroti meningkatnya angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan pengangguran. Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi tingkat pengangguran akan naik menjadi 5% pada 2025 seiring dengan penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,1% menjadi 4,7%.

Pada awal 2025, sebanyak 40.000 pekerja kehilangan pekerjaan akibat penutupan pabrik dan kebangkrutan perusahaan besar seperti Sritex Group, Yamaha Music dan masih banyak lainnya. Sektor tekstil menjadi yang paling terdampak, dengan prediksi PHK mencapai 280.000 pekerja dari 60 perusahaan sepanjang tahun.

Selain itu, perusahaan lain seperti KFC dan Sanken juga melakukan PHK massal. Hal ini diperparah dengan penerapan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada awal 2025. Situasi ketenagakerjaan global mengalami tekanan signifikan. Bagi Indonesia, dampak kebijakan tarif ini terasa langsung pada sektor ketenagakerjaan.

Diperkirakan terdapat sekitar 50.000 pekerja terancam PHK. Survei Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menunjukkan 67% ahli ekonomi menilai kondisi pasar tenaga kerja Indonesia memburuk pada awal 2025, dengan rendahnya lowongan kerja yang tersedia.

"Hari Buruh Internasional (May Day) 1 Mei, menjadi momentum penting untuk merefleksikan kondisi dan perjuangan buruh di seluruh dunia, termasuk di Indonesia," kata Presiden DPP Konfederasi Sarikat Sarbumusi Irham Ali Saifuddin, Kamis (1/5/2025).

Terkait hal itu, DPP Konfederasi Sarbumusi meminta Pemerintah memperkuat diplomasi ekonomi dan melakukan negosiasi ulang dengan negara mitra dagang, termasuk Amerika Serikat, untuk menurunkan atau menghapus tarif yang merugikan industri padat karya di Indonesia.

"Pemerintah perlu memberikan subsidi sementara, keringanan pajak, atau stimulus bagi industri yang terdampak tarif ekspor agar dapat mempertahankan tenaga kerja dan mencegah gelombang PHK," ujarnya.

Pihaknya juga meminta pemerintah dan sektor swasta menyediakan pelatihan ulang bagi pekerja yang terkena PHK agar mereka dapat beradaptasi dengan sektor baru seperti ekonomi digital dan energi hijau.

"Pemerintah harus fokus pada pengembangan keterampilan kerja dan vokasi untuk memfasilitasi kompetensi pekerja agar berdaya saing dan menjadi daya tarik investasi," pungkasnya.

(rca)

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |