loading...
Revisi UU Kejaksaan diharapkan memperkuat pengawasan terhadap Korps Adhyaksa ini. Penting bagi DPR dan pemerintah memperkuat mekanisme pengawasan. Foto/Dok. SindoNews
JAKARTA - Kerentanan terjadinya korupsi semakin tinggi ketika penegak hukum memiliki kewenangan kendali atas suatu perkara. Apalagi kasus yang terkait dengan korupsi dan kejahatan ekonomi.
Hal ini disebabkan karena tidak adanya check and balance pemeriksaan yang bertahap dari satu institusi ke institusi lain. Hal ini menjadi celah besar potensi praktik koruptif dan suap-menyuap.
"Pengendali perkara ini setidaknya terjadi pada kejaksaan sekarang. Mereka berwenang memulai penyelidikan hingga penuntutan, yang tidak jarang memunculkan praktik abuse of power dalam pelaksanaan kewenangannya," kata Direktur Democratic Judicial Reform (De Jure) Bhatara Ibnu Reza dalam keterangannya, Kamis (12/6/2025). Baca juga: Kejagung Bisa Usut Pelanggaran Tambang di Raja Ampat, Asal...
De Jure memandang proses bertahap dalam penegakan hukum di antara institusi tetap harus dipertahankan sebagai penyeimbang satu sama lain, memastikan hak-hak warga negara tidak dilanggar, serta supremasi hukum berjalan sesuai koridornya. Untuk itu pula, revisi UU Kejaksaan yang hendak menempatkan kejaksaan sebagai kendali perkara harus ditinjau kembali oleh DPR dan pemerintah.
”Alih-alih memberikan kewenangan lebih kepada penegak hukum, adalah lebih penting bagi DPR dan pemerintah untuk memperkuat mekanisme pengawasannya, baik secara internal maupun secara eksternal,” ujarnya.
"Kami memandang masih adanya celah penyalahgunaan kewenangan yang saat ini dalam penegakan hukum oleh Kejaksaan, namun revisi UU Kejaksaan yang akan dilakukan DPR juga tidak memperkuat aspek pengawasannya," ungkapnya.
(poe)