loading...
Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengingatkan kemerdekaan bukan sekadar lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga pelepasan dari segala bentuk penindasan dan ketertindasan jiwa. Foto/Istimewa
JAKARTA - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengingatkan kemerdekaan bukan sekadar lepas dari penjajahan fisik, tetapi juga pelepasan dari segala bentuk penindasan dan ketertindasan jiwa. Hal itu disampaikan Nasaruddin saat memberi sambutan dalam acara Zikir dan Doa Kebangsaan yang digelar Kementerian Agama (Kemenag) di Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat (1/8/2025) malam.
Acara yang menjadi pembuka rangkaian Bulan Kemerdekaan tersebut digelar Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam Kemenag dan dihadiri Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifatul Choiri Fauzi, Wakil Menteri Sekretaris Negara Juri Ardiantoro, Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. Miftachul Akhyar, dan tokoh agama dari sejumlah daerah.
Hadir pula enam tokoh lintas agama, Majelis Dzikir Hubbul Wathon, pimpinan ormas Islam, majelis taklim, serta para santri dari sejumlah pondok pesantren. Nasaruddin menyampaikan, Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 bukan hanya momen politik, tetapi juga peristiwa spiritual.
Baca juga: Menag Ingatkan Anak di Era Digital: Jangan Sampai HP Jadi Jalan Masuk Iblis
Proklamasi yang dibacakan pada Jumat, 9 Ramadan 1364 Hijriah, mencerminkan keberkahan dan keterhubungan antara perjuangan kemerdekaan dengan nilai-nilai keimanan. “Ini bukan kebetulan. Para Proklamator menyadari betul bahwa hari itu bukan sekadar tanggal, tapi juga momentum ilahiah. Zikir dan doa menjadi bagian dari kekuatan bangsa ini sejak awal berdiri,” ujarnya.