loading...
Penutupan Pemerintah AS atau shutdown menimbulkan dampak kerugian ekonomi. FOTO/EPA
WASHINGTON - Penutupan Pemerintah Amerika Serikat (AS) atau shutdown diperkirakan dapat menimbulkan kerugian ekonomi mencapai USD15 miliar atau setara Rp249 triliun per minggu. Pejabat senior di pemerintahan Donald Trump mengakui bahwa penutupan pemerintah federal yang belum menunjukkan tanda-tanda berakhir berpotensi menekan laju pertumbuhan ekonomi.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengatakan, krisis anggaran akibat kebuntuan politik sebagai penyebab penutupan pemerintah bukan cara yang bijak dalam mengambil kebijakan ekonomi.
"Ini bukan cara yang tepat untuk berdiskusi, menutup pemerintah, dan menurunkan PDB," ujar Bessent, dikutip The Guardian pada Sabtu (4/10). "Kita bisa melihat dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan masyarakat pekerja di Amerika."
Baca Juga: Krisis Anggaran, Gaji Ribuan PNS AS Terancam Tak Dibayar
Menurut firma konsultan EY Parthenon, setiap pekan penutupan pemerintah akan mengurangi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) AS sebesar 0,1 poin persentase pada kuartal IV tahun ini. Dampak tersebut muncul karena tertundanya pembayaran gaji bagi pegawai federal yang dirumahkan, penundaan pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta menurunnya permintaan konsumsi masyarakat.
Laporan serupa dari Dewan Penasihat Ekonomi Gedung Putih (Council of Economic Advisers/CEA) memperkirakan dampak ekonomi bisa jauh lebih besar. Dalam memo yang diperoleh Politico, CEA memperingatkan bahwa shutdown berpotensi memangkas PDB AS hingga USD15 miliar per minggu, dan jika berlangsung sebulan penuh, bisa menambah 43.000 pengangguran baru akibat PHK.
Selain itu, CEA juga mencatat penurunan belanja konsumen yang signifikan. "Penutupan selama sebulan dapat mengurangi belanja konsumen AS hingga USD30 miliar," tulis memo tersebut. Gangguan pada layanan publik seperti jaminan sosial, penerbangan, dan bantuan gizi untuk perempuan serta anak-anak juga diprediksi semakin membebani ekonomi masyarakat.