Rumah Modular Dinilai Mampu Dukung Pendinginan Kota

6 hours ago 26

loading...

Ketua Asosiasi Rumah Modular Indonesia (Armi) Nicolas Kesuma menghadiri International Symposium and Workshop on Sustainable Buildings, Cities, and Communities (SBCC) 2025 di Jakarta, Senin (15/12/2025). Foto: Ist

JAKARTA - Lingkungan binaan masih menjadi kontributor utama konsumsi energi dan emisi gas rumah kaca , terutama di kota-kota beriklim panas dan lembap yang berkembang pesat. Ini diakibatkan kepadatan bangunan, minimnya ventilasi alami, dominasi material penyerap panas, serta keterbatasan ruang hijau dan badan air.

Kondisi tersebut memicu fenomena pulau panas perkotaan, di mana suhu kawasan urban tetap lebih tinggi dibandingkan wilayah sekitarnya, khususnya pada malam hari ketika panas tersimpan dilepaskan secara perlahan.

Baca juga: Upaya Pemerintah Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca, Ini Penjelasannya

Di kota-kota tropis seperti Indonesia, kombinasi suhu tinggi, kelembapan ekstrem, angin yang lemah, dan radiasi matahari intens secara signifikan menurunkan kenyamanan termal luar ruang dan meningkatkan risiko stres panas, terutama bagi kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Seiring proyeksi perubahan iklim yang semakin memperparah kondisi tersebut, para ahli menekankan perlunya pendekatan pendinginan kota yang terpadu, hemat energi, dan berbasis alam. Tentunya melalui penguatan jaringan hijau dan biru, penggunaan material reflektif dan permeabel, ventilasi pasif, pengaturan morfologi kota, serta desain bangunan responsif terhadap iklim guna menekan beban panas sekaligus mengurangi konsumsi energi.

Ketua Asosiasi Rumah Modular Indonesia (Armi) Nicolas Kesuma mengatakan, metode konstruksi rumah modular dapat menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi. Metode ini juga mampu memastikan keberlanjutan serta tanggung jawab sosial dan lingkungan.

“Metode ini mengadopsi teknologi produksi yang lebih bersih dan ramah lingkungan termasuk penggunaan energi terbarukan, pengelolaan limbah lebih baik dan pengurangan emisi. Sehingga, dapat mengurangi dampak negatif industri terhadap lingkungan,” ujar Nicolas dalam International Symposium and Workshop on Sustainable Buildings, Cities, and Communities (SBCC) 2025 di Jakarta, Senin (15/12/2025).

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |