Geger Pernyataan Menkes: Pria Bercelana 33 Inci Umur Lebih Pendek? Bongkar Fakta Obesitas yang Lebih Mengerikan!

2 hours ago 19

loading...

Pernyataan obesitas yang diungkap Menkes menjadi sorotan di media sosial. Foto: ChatGPT

JAKARTA - Lontaran pernyataan kontroversial dari Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin (BGS) viral di media sosial. Menkes menyebutkan bahwa Indonesia kini darurat kasus obesitas, bahkan mengklaim bahwa pria dengan ukuran celana 33-34 inci termasuk dalam kategori kelebihan berat badan dan – yang lebih mengejutkan – memiliki harapan hidup yang lebih pendek!

Pernyataan tersebut terungkap saat Menkes BGS berbicara di Jakarta, Rabu (14/5/2025). Dengan nada terus terang, beliau mengingatkan pentingnya menjaga lingkar perut ideal. “Lingkar perut Laki-laki (penting untuk) masih di bawah 90 cm. Perempuan masih di bawah 80 cm. Aku di sini udah hapal, sudah lihat siapa yang diatas, siapa yang di bawah. Menterinya aja masih di atas nih masih agak obesitas,” ujarnya, tak segan menyentil diri sendiri dalam konteks permasalahan yang serius ini.

Sebagai informasi dasar, obesitas memang diakui sebagai penyakit akibat penimbunan lemak tubuh yang berlebihan. Namun, untuk mendiagnosis obesitas secara akurat, dibutuhkan pengukuran yang tepat dan terstandar.

Merujuk pada pedoman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seseorang baru dikatakan mengalami obesitas jika nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) mereka mencapai lebih dari 30. Dalam kondisi normal, IMT seseorang berada di kisaran 18,5-24,9.

Diagnosis kelebihan berat badan dan obesitas sendiri ditegakkan melalui pengukuran berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kuadrat tinggi badan (dalam meter persegi). IMT menjadi penanda pengganti untuk mengidentifikasi kegemukan, dan pengukuran tambahan seperti lingkar pinggang dapat membantu meneguhkan diagnosis obesitas.

Data dari WHO pada 2022 menunjukkan angka yang mencengangkan: sekitar 16 persen orang dewasa berusia 18 tahun ke atas di seluruh dunia mengalami obesitas. Lebih mengkhawatirkan lagi, prevalensi obesitas di seluruh dunia meningkat lebih dari dua kali lipat antara tahun 1990 dan 2022! Sebuah tren yang menggambarkan betapa seriusnya ancaman obesitas bagi kesehatan global.

Dalam banyak kasus, obesitas bukanlah penyakit tunggal, melainkan hasil interaksi kompleks antara lingkungan obesogenik (lingkungan yang memicu obesitas), faktor psikososial, dan varian genetik. Namun, pada sebagian kecil pasien, penyebab utama tunggal dapat diidentifikasi, seperti efek samping obat-obatan, penyakit tertentu, imobilisasi, prosedur iatrogenik (akibat tindakan medis), atau penyakit monogenik/sindrom genetik.

Lingkungan obesogenik, dengan ketersediaan makanan tinggi kalori dan rendah nutrisi serta gaya hidup sedenter, semakin memperburuk kemungkinan obesitas pada individu. Ironisnya, kurangnya respons sistem kesehatan yang efektif dalam mengidentifikasi kelebihan berat badan dan penumpukan lemak pada tahap awal justru mempercepat perkembangan menuju obesitas yang lebih parah.

Data tahun 2021 bahkan mencatat dampak mengerikan dari IMT yang lebih tinggi dari optimal: diperkirakan menyebabkan 3,7 juta kematian akibat penyakit tidak menular (PTM), termasuk penyakit kardiovaskular, diabetes, kanker, gangguan neurologis, penyakit pernapasan kronis, dan gangguan pencernaan. Angka ini menjadi alarm bagi pentingnya pencegahan dan pengelolaan obesitas.

Lantas, bagaimana cara mencegah dan mengelola obesitas? Berdasarkan keterangan resmi dari RS Soeradji Tirtonegoro, ada beberapa langkah kunci yang bisa dilakukan:

Read Entire Article
Budaya | Peduli Lingkungan| | |